Selama tiga tahun terakhir, saya menjadi sahabat untuk para perempuan perempuan yang luka, ada sahabat saya yang tiba tiba harus diangkat rahimnya karena tumor ganas menyerang, ada seorang perempuan yang begitu ikhlasnya merelakan sang suami tercinta menikah lagi dengan perempuan muda nan cantik, ada perempuan yang menjadi korban perkosaan kebiadaban lelaki yang mengaku mencintainya, ada seorang gadis manis nan cantik rupawan bak bidadari yang belum juga menemukan jodohnya, padahal semua ia miliki, fostur bak model plus kerudung yang menutupi aurat menambah kecantikannya dan ada seorang perempuan yang berjuang untuk sekedar bisa bernapas melawan kanker darah yang sedang dititipi ALLAH padanya…
Dari mereka saya meneropong luka demi luka, bahwa hidup ini hitam putih, bahwa perjalanan nasib ini bak rollercoaster, yang menegangkan ketika naik, menaikan adrenalin hingga ke ubun ubun dan amnat sangat menakutkan ketika turun bak terlempar ke jurang tanpa mampu berpegangan, iya ternyata hidup memang bukan roda pedati yang berputar begitu lambat hingga mampu memberi saya kesempatan untuk bersiap tapi tidak begitu dengan roallercoaster, hidup begitu cepat berputar, belum hilang kaget saya karena naik yang begitu cepat memecut jantung, sudah harus turun ketakutan, iya begitulah hidup semua berputar, berganti antara TIADA-ADA-TIADA.
Dari bilik hati para perempuan perempuan hebat sahabat saya ini saya belajar satu hal bahwa hidup ini bukan seberapa besar luka dan ujian yang diberikan ALLAH karena ujian ujian itu TIDAK PENTING lagi, namun yang PENTING adalah seberapa mampu kita menyikapi setiap ujian …
Iya seberapa mampu saya mengimani takdir ALLAH, bahwa setiap kejadian adalah atas kehendakNYA dan saya sebagai manusia hanya mampu berdiri diatas garis pengharapan saja, tidak bisa lebih dari itu, seberapa dalam saya mampu menjaga hati agar tidak marah dengan keputusan ALLAH, ikhlas menerima ujian, menangkap hikmah seberapapun kepedihan membenamkan. Memberi arti pada airmata bukan sebagai keputus asaan namun air ini adalah air ketabahan, mengalirkan ketawakalan.
Kesadaran diatas saya peroleh baru malam ini setelah saya membaca catatan seorang sahabat saya yang tahun2 lalu berpulang karena kanker hati yang dideritanya selama kurun waktu satu tahun, selama itu pula saya memintanya untuk mencatat semua yang tak lagi mampu ia katakan, selama dua belas bulan, lembar demi lembar catatan itu saya kumpulkan dan dari catatan yang terserak ini, saya belajar bahwa hidup itu bukan sekedar memasukan oksigen ke paru paru, tapi keberanian menghadapi ujian, keberanian untuk ikhlas, keberanian untuk percaya bahwa ketika sayap tak lagi mampu mengepak, dan saya tahu dimana harus berdiri ketika ujian ALLAH datang…
Iya, seberapapun besarnya ujian, TAK LAGI PENTING saya pikirkan, yang harus saya pikirkan adalah bagaimana ujian itu mampu membuat saya semakin dekat dengan ALLAH dan memperoleh cintaNYA karena ikhlas saya …
Meski sakit berat sekaliber kanker yang tak ditemukan obatkan, divonis mati oleh dokter, meski tak berjodoh karena tak ada lagi yang mau, meski jadi korban perkosaan sekalipun, meski dihina dan dipuji oleh seribu orang, mau ditinggalkan oleh kekasih tercinta yang tak ada tandingannya ganteng dan alimnya, TAK LAGI PENTING, karena makna dari ujian itu bukan luka lagi tapi cinta ALLAH yang harus dikejar.
Iya karena ada yang lebih penting dari semua itu, yaitu bagaimana saya merangkak, berdiri dan berlari mengejar cinta ALLAH, berlari ketika jalan hidup saya menurun dan merangkak ketika jalan hidup saya menanjak, hanya untuk meraih cinta ALLAH, ujian TAK LAGI PENTING saya pikirkan.
Telah kuhanyutkan luka pada sungai kecil yang mengalir disudut mataku, telah kukabarkan lewat angin gerimis tentang segala catatan hati, telah kulemparkan pedih disetiap jengkal sajadah dalam tahajud dan sujud pangjangku
[dari bilik hati perempuan]
No comments:
Post a Comment